Jumat, 01 Juli 2011

Getar Semangat dari "Sekolah Kuburan"


 
  
Awalnya, lantai ruangan kelas ini hanya beralaskan terpal dan menggunakan ruang kosong di sebuah pemakaman sebagai tempat belajar mengajar.



BOGOR, KOMPAS.com — Mengubah keprihatinan menjadi sebuah semangat, apalagi sampai berbuah prestasi, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Inilah yang berusaha dibangkitkan oleh pengelola yayasan pendidikan SMP Akademia, Desa Pasir Mukti, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang dulunya disebut sebagai sekolah kuburan oleh masyarakat.

"Kami ingin mengubah ketertarikan masyarakat terhadap sekolah ini bukan karena prihatin, tetapi tertarik dengan prestasi kami.""
-- Dedi Supriyadi

Kepala SMP Akademia Dedi Supriyadi mengakui, awalnya sekolah tersebut ibarat sebuah pekuburan yang memprihatinkan. Lantai ruangan kelas hanya beralaskan terpal dan menggunakan ruang kosong di sebuah pemakaman sebagai tempat belajar mengajar.
Kini, ia mengaku berbangga hati karena telah bisa mengubahnya menjadi sekolah yang bisa bersaing menyajikan pendidikan dengan sekolah lain. Saat ini, meski hanya berbekal keringanan tangan dari ratusan donatur, SMP Akademia telah mempunyai empat lokal kelas dan satu ruang guru yang lebih layak.
Dedi mengatakan, tenaga pengajar di sekolah ini bukan guru honorer yang dibiayai pemerintah. Semua guru di "sekolah kuburan" ini adalah para sukarelawan dari sekitar wilayah Citeureup. Para guru itu secara sukarela mengajar tanpa diberi sepeser pun sebagai gaji.
"Karena para siswa tidak dipungut biaya sepeser pun, gratis," kata Dedi.
Ia mengakui, tahun-tahun yang lalu memang sangat memprihatinkan. Sekarang, sekolah tersebut sudah berbalik arah menjadi 180 derajat.
"Kami ingin mengubah ketertarikan masyarakat terhadap sekolah ini bukan karena prihatin, tetapi tertarik dengan prestasi kami," kata Dedi, Sabtu (16/4/2011) di Bogor.
Ia merasa, di tengah keprihatinan masyarakat terhadap dinamika dunia pendidikan nasional saat ini, semangat mendidik harus terus dikobarkan. Oleh karena itu, lanjut Dedi, ia bersama para sukarelawan guru berusaha keras mengenalkan prestasi anak didik "sekolah kuburan" ini kepada masyarakat.
"Prinsip kami jelas, tak ada alasan untuk tidak menjadi hebat. Itulah yang terus kami tanamkan dalam benak siswa," lanjut Dedi.

Tiga Mahasiswa Unibraw Juara di AS


 
 
k-11 Rektor Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Prof Dr Ir Yogi Sugito, bersama tiga mahasiswa yang berhasil menyabet juara 1 kompetisi Teknologi pangan Internasional yang diselenggarakan di Amerika serikat. Selasa (21/6/2011).

MALANG, KOMPAS.com — Tiga mahasiswa dari Indonesia asal Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, kembali berhasil menyabet juara dunia dalam kompetisi teknologi pangan Internasional di New Orleans, Lousiana, Amerika Serikat, pada 11-14 Juni 2011.
Kompetisi tersebut dilaksanakan Institute Of Food Tecknologists (IFT). IFT merupakan organisasi international dengan anggota para Food Scientist yang tersebar di 100 negara di seluruh dunia.
Selama 70 tahun, IFT mendedikasikan misi  untuk mengatasi masalah-masalah, pangan terutama di negara berkembang, seperti Indonesia. Tema kompetisi teknologi pangan yang digelar IFT itu adalah "Pemanfaatan ilmu dan teknologi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan zat besi di negara berkembang".
Tiga mahasiswa yang telah mengharumkan nama Universitas Brawijaya (Unibraw) sekaligus Indonsia itu adalah Ricki Setyawan (22) dan Meidina Nurfitriani (22), keduanya asal Kota Malang, serta Maya Mukti (19) asal Blitar. Ketiganya adalah mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Unibraw Malang.
Menurut Dr Agustin Krina Wardani, anak asuhnya berhasil menyisihkan 30 proposal yang masuk menjadi peserta kompetisi ini. "Unibraw Malang mengambil tema 'Melawan masalah kekurangan zat besi melalui produksi mi instan kaya zat besi dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal'," katanya, Selasa (21/6/2011), saat jumpa pers di Kampus Unibraw Malang.
Menurut Ricki Setyawan, komposisi bahan baku yang dibuat untuk mi instan adalah murni dari bahan lokal Indonesia, yakni singkong, ubi jalar, tempe, dan belut. "Itu yang menjadi bahan andalan mi instan fungsional yang kami buat itu," jelasnya.
Dari komposisi tersebut yang paling tinggi mengandung zat besi dan memiliki bioavailibilitas zat besi, jelasnya, adalah tempe dan belut. "Pada kompetisi babak final, kami berhasil mengalahkan Universitas Gadjah Mada. UGM menempati posisi kedua. Posisi ketiga diraih oleh Institue Of Chemical Technology, India," kata Ricki.
Adapun yang menjadi juri dalam kompetisi tersebut adalah Sajiid Alavi dari Kansas State University, Joseph M Awika dari Texas A And M University, Betty Bugusu dari Purdue University, Luiz fernadez dari Cargiil Food Ingrediets and System, Cargill centre Europe dan Angle Mwaniki dari General Mills.
Agustin Krina Wardani berharap, dengan kemenangan yang diraih 3 mahasiswa Unibraw tersebut akan memuluskan jalan menuju akreditasi international oleh IFT pada jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) bagi Unibraw.
Sebelumnya, pada 2010 mahasiswa dari Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw juga  menyabet gelar juara ketiga dunia dalam kopetisi teknologi pangan di Chicago Illinois, Amerika Serikat (AS). Tiga mahasiswa tersebut adalah Anugerah Dany, Fathy Faisal, dan Danial Fathurrahman.
Ketiganya, berhasil membuat beras tiruan, yang berhasil mengalahkan 11 negara dengan 33 jenis proposal yang dilombakan. Beras buatan itu merupakan olahan dari garut, singkong, dan kacang tunggak. Beras buatan tersebut ditemukan memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih bagus daripada beras biasa.

PRT Indonesia Lulus Kuliah di Malaysia


   
 
PRT asal Indonesia Sarmini Muhyadi (28) berhasil menamatkan pendidikan diploma bidang manajemen di Universiti Terbuka Malaysia dengan IPK 3,39. Sarmini berhasil studi dengan bantuan majikannya, Tan Choo Tang.

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com — Kisah sukses datang dari seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia, Sarmini Muhyadi (28), yang berhasil menamatkan kuliahnya di Universiti Terbuka Malaysia (OUM). Ia menjalani wisuda diploma bidang manajemen pada Senin (20/6/2011) kemarin. Tak hanya Sarmini yang bersuka. Majikannya, Tan Choo Tang (56) dan istrinya, Wee Phooi Khuan (47), yang telah membiayai pendidikannya, juga memancarkan raut bahagia. Tepukan bergemuruh dilayangkan untuk Sarmini, saat dia menerima tanda kelulusan.
Sarmini telah bekerja di keluarga Tan Choo Tang sejak tujuh tahun lalu. Tan adalah seorang dosen yang mengajar di sebuah universitas swasta di Malaysia. Ia membujuk dan memberikan bantuan dana serta kesempatan kepada Sarmini untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Hasil yang didapatkan Sarmini pun cukup memuaskan. Meski belajar sambil bekerja sebagai pekerja rumah tangga, Sarmini berhasil lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,39.
"Ketika nama Sarmini diumumkan, dia menerima tepukan paling gemuruh dan membuat kami sangat bangga dan terharu dengan keberhasilannya hari ini," kata Tan seperti dikutip www.bernama.com.
Tan mengungkapkan, keberhasilan Sarmini menuntaskan pendidikannya adalah langkah awal untuk mewujudkan cita-cita warga asal Banyumas, Jawa Tengah, itu untuk menjadi seorang guru. Ia berharap Sarmini bisa mencapai kesuksesan yang lebih tinggi. Tan menambahkankan, ia juga telah menyampaikan keinginan Sarmini untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke OUM dengan tujuan agar mendapatkan bantuan biaya pendidikan. Ia meyakini, kehidupan Sarmini akan berubah.
Sarmini sendiri berencana pulang ke Tanah Air pada 3 Juli. Ia menyatakan, rasa utang budi kepada majikannya yang telah membantu mewujudkan impiannya meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Melihat Bung Karno dan Sarinem dalam Bingkai


 
 
Indra Akuntono "Ketika Bung Karno tengah menyapa dan bercakap-cakap dengan seorang "Sarinem", rakyat yang dicintainya dan diperjuangkannya. Koleksi : Dok. Kel, P Prabowo dalam pameran foto Bung Karno "Aku Melihat Indonesia".

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Anis terhenti di depan sebuah bingkai foto yang terpancang di dinding Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (25/6/2011). Sosok yang ada dalam foto itu adalah seorang pemimpin besar bangsa ini. Dia lah Soekarno, yang akrab disapa Bung Karno. Berbagai fotonya dipamerkan dalam pameran foto yang bertajuk "Bung Karno Melihat Indonesia", 13-25 Juni 2011. Foto dokumen Pranenda Prabowo lah yang membuat langkah Anis terhenti. Di dalam foto itu, terlihat Bung Karno tengah berbincang dengan seorang wanita tua. Sarinem namanya.
Dari sekian foto Bung Karno yang dipamerkan, sejumlah pengunjung memilih foto ini karena dinilai menggetarkan dan menyentuh emosi.
"Bagaimana dalam foto ini ia (Bung Karno) terlihat sangat memperhatikan rakyat kecil. Sekarang ini presiden sulit seperti itu, mungkin kareena terlalu kebanyakan pengawal," kata Anis, Sabtu (25/6/2011).
Pengunjung lainnya, Sures menilai, foto "Sarinem" sangat natural. "Tidak nampak dibuat-buat," ujarnya.
Baik Sures maupun Anis menganggap, meski hanya melihat sosoknya melalui foto, getaran semangat nasionalisme Bung kArno bisa mereka rasakan. "Bung Karno seperti mempunyai daya magis yang menebarkan pesona kewibawaan dan keramahan kepada rakyatnya. Hal inilah yang terpancar dari foto dan karya-karyanya," ujar dia.
Dalam sebuah puisinya, Bung Karno menuliskan, "Wahai engkau rakyatku, saudara sebangsaku, putra-putri dan sahabatku. Aku ingin mengajakmu mendengarkan lautan membanting di pantai bergelora. Aku ingin mengajakmu melihat awan putih berarak di angkasa. Aku ingin mengajakmu mendengarkan burung perkutut di pepuhunan. Aku ingin mengajakmu mengetahui lebih dalam bagaimana aku melihat Indonesia."
Yudha, seorang pemuda yang sangat fanatik dengan Bung Karno mengungkapkan, tokoh idolanya itu memang tidak bisa diragukan lagi sosok ketokohannya. Bung Karno dinilainya selalu bisa menempatkan diri dengan rakyatnya dan mampu mensejajarkan diri dengan para tokoh di seluruh dunia.
"Ia dekat dengan rakyat dan seorang sahabat yang tidak lupa asalnya, tidak menciptakan sekat dan memang begitulah seharusnya seorang pemimpin. Ketokohannya setara dengan tokoh-tokoh dunia pada masanya. Terutama para pemimpin yang mengkritisi kebijakan-kebijakan Amerika. Saat ini, bahkan terbentuk opini membenci Amerika adalah tindakan teroris. Stigmanya seperti itu," kata Yudha.
Setelah di Jakarta, "getaran" Bung Karno juga akan sampai di Bandung, Jawa Barat. Pameran foto yang sama akan digelar di Bandung pada 24-30 Juni 2011.

Ketahuan "Ngaku" Miskin, Batal Dapat Beasiswa


  
Penerima beasiswa Bidik Misi akan digratiskan biaya kuliah
di PTN dan mendapatkan uang saku Rp 500.000 per bulan.


MALANG, KOMPAS.com - Sebanyak 39 calon mahasiswa gagal mendapatkan beasiswa Bidik Misi di Universitas Negeri Malang (UM), Jawa Timur, setelah diketahui memalsukan data mengaku sebagai keluarga miskin. Hal tersebut diketahui setelah pihak UM menerjunkan tim yang terdiri dari karyawan dan dosen melakukan identifikasi ke lapangan guna mengetahui kondisi ekonomi calon mahasiswa ke berbagai kota/kabupaten di Jawa Timur. Hasilnya, banyak yang terheran-heran saat tim selesai melakukan visitasi.
"Bahkan, ada guru bimbingan dan konseling (BK) yang akhirnya mengaku telah mengirimkan data yang tidak sebenarnya," jelas Kepala Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Informasi UM, Aminarti Sri Wahyuni, Jumat (1/7/2011).
Pada saat pendaftaran Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan, sebanyak 438 orang mendaftar dalam program beasiswa Bidik Misi di UM. Setelah itu, UM langsung melakukan verifikasi jika ada data yang dianggap meragukan.
"Setelah dicek langsung ke lapangan, ternyata ada 39 peserta yang dinyatakan gugur secara sosial ekonomi. Menariknya lagi, ternyata dari 39 peserta tersebut semuanya memiliki kartu keluarga miskin (Gakin)," katanya.
Tim dari UM yang diturunkan ke lapangan tersebut sudah melakukan konfirmasi ke masing-masing kelurahan yang merupakan tempat tinggal calon mahasiswa. "Hasilnya, pihak kelurahan/desa ada yang mengaku terpaksa mengeluarkan Gakin walau yang meminta orang mampu, alasannya karena takut dimusuhi," kata Aminarti.
Bahkan, jelas Aminarti, ada seorang guru BK yang mengaku mengirimkan nama keluarga dan kerabatnya walau sebenarnya masih tergolong mampu. Saat siswa mendaftarkan beasiswa itu, pihak sekolah memang melakukan pendaftaran beasiswa Bidik Misi itu secara mandiri. Harapannya, agar pihak sekolah lebih tahu nama-nama siswanya yang tidak mampu melanjutkan studi ke PTN karena faktor biaya.
"Syaratnya, siswanya memiliki kemampuan akademik yang bagus dan juga dari keluarga tak mampu. Bukan malah yang kaya. Walaupun pintar tapi kaya tetap tidak boleh," katanya.
Selain itu, salah satu syarat untuk bisa mendaftar beasiswa Bidik Misi itu adalah memiliki kartu Gakin. "Namun, realitasnya, anak orang kaya, tapi punya gakin. Ini yang lucu,"kata Aminarti.
Pihak universitas pun dengan tegas menyatakan 39 calon mahasiswa itu gugur menerima beasiswa Bidik Misi. Namun, sebanyak 39 pendaftar itu masih berhak menjadi mahasiswa UM.
"Hanya saja mereka harus membayar biaya studinya sendiri. Mereka juga dikenakan kewajiban membayar biaya daftar ulang seperti mahasiswa baru pada umumnya,' jelasnya.

Lulus SNMPTN, Kok, Bayarnya Mahal Juga?


 


JAKARTA, KOMPAS.com — Kabar gembira lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan berhasil menduduki salah satu kursi di universitas bergengsi berubah menjadi sebuah keterkejutan. Setidaknya, hal itu dirasakan Benny, orangtua calon mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Putrinya diterima di Fakultas Ekonomi UGM setelah bertarung dengan puluhan ribu pendaftar. Namun, saat hendak melakukan pendaftaran ulang secara online, dikejutkan dengan salah satu tahapan, yaitu membayar Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang jumlahnya terbilang besar, Rp 40 juta!

"Kami merasa dijebak. Berkompetisi di jalur SNMPTN imejnya dari dulu murah."

Benny mengatakan, pemahamannya sebagai orangtua dan anaknya, berpeluh dalam seleksi SNMPTN akan meringankan dari sisi biaya. Penarikan jumlah sumbangan yang besar bisa dimaklumi jika calon mahasiswa memilih masuk universitas negeri melalui jalur khusus, bukan SNMPTN yang notabene persaingannya sangat ketat. Jumlah penarikan SPMA itu disesuaikan dengan penghasilan orangtua, seperti yang tertuang dalam formulir yang diisi saat mendaftarkan SNMPTN.
"Tetapi tidak ada penjelasan bahwa penghasilan ini menjadi tolok ukur besar sumbangan. Dan kami, orangtua juga tidak tahu kalau jalur SNMPTN juga ada tarikan sumbangan sebesar ini. Begitu lulus (SNMPTN), kok harus bayar gede banget. Setahu saya, SNMPTN standar semua sama," ujar Benny, kepada Kompas.com, Jumat (1/7/2011).

Menurut Benny, hal yang sama juga disampaikan orangtua teman anaknya. "Teman anak saya lulus di Fakultas Hukum UGM, harus bayar 30 juta (rupiah). Kami bingung, SNMPTN, kok, begini, sih? Yang selama ini kita tahu, yang namanya SNMPTN semahal-mahalnya 5 juta, kemudian bayar uang pendaftaran, SKS. Itu makanya semua orang ngejar dan berjuang ke SNMPTN. Kalau melalui jalur ujian masuk mandiri, mahal kita maklum. Tetapi, ini SNMPTN," paparnya.
Apalagi, lanjut Benny, calon mahasiswa hanya diberikan waktu hingga 8 Juli 2011 untuk melunasi sumbangan tersebut. Meskipun besaran sumbangan disesuaikan dengan penghasilan orangtua, jumlah itu tetap dirasa berat untuk dibayarkan dengan batas waktu yang sangat singkat.
"Kami merasa dijebak. Bagaimana dengan orang yang tidak mampu (secara ekonomi) dan benar-benar mengandalkan kemampuannya berkompetisi di jalur SNMPTN yang imejnya dari dulu murah," kata Benny.
Berdasarkan informasi yang dimuat dalam laman situs www.um.ugm.ac.id, besaran biaya pendidikan yang harus dibayarkan calon mahasiswa UGM sebagai berikut:
1. Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP): Rp. 500.000,00/semester
2. Biaya Operasional Pendidikan (BOP):    
* Program studi kelompok eksakta dan ilmu kesehatan: Rp. 75.000,00/SKS/semester    
* Program studi kelompok non-eksakta: Rp 60.000,00/SKS/semester
3. Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA): SPMA merupakan sumbangan wajib dan dibayarkan satu kali pada waktu mahasiswa masuk. Besaran SPMA disesuaikan dengan kebutuhan fakultas/program studi masing-masing dan ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi orangtua mahasiswa, yaitu:
1. SPMA 0 (beasiswa Bidik Misi, beasiswa PBUTM, beasiswa SPMA Rp 0,-) untuk mahasiswa yang orangtuanya (bapak dan ibu) memiliki pendapatan ≤ Rp. 1.000.000,00
2. SPMA 1 untuk mahasiswa yang orangtuanya (bapak dan ibu) memiliki pendapatan antara Rp 1.000.001,00 hingga Rp 2.500.000,00
3. SPMA 2 untuk mahasiswa yang orangtuanya (bapak dan ibu) memiliki pendapatan antara Rp 2.500.000,00 hingga Rp 5.000.000,00
4. SPMA 3 untuk mahasiswa yang orangtuanya (bapak dan ibu) memiliki pendapatan antara Rp 5.000.001,00 hingga Rp 7.500.000,00.
5. SPMA 4 (PBS) untuk mahasiswa yang orangtuanya (bapak dan ibu) memiliki pendapatan ≥ Rp. 7.500.000,00
Besaran jumlah SPMA tergantung pada penghasilan orangtua, yang setiap fakultas dan jurusan besarannya berbeda. Untuk Fakultas Ekonomi jurusan Ilmu Ekonomi, misalnya, sumbangan terendah Rp 10 juta dan tertinggi Rp 40 juta. Sementara, di Fakultas Kedokteran, untuk Pendidikan Dokter, sumbangan terendah Rp 10 juta dan tertinggi hingga Rp 100 juta.

Baca juga: UGM: Sumbangan Itu untuk Subsidi Silang

Waspadai Arus Balik Modal Asing


 

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia perlu mewaspadai arus balik modal asing (reversed capital inflow) pasca berakhirnya kebijakan uang longgar (quantitave easing-QE) yang diterapkan Bank Sentral Amerika Serikat.  
"Bank sentral Indonesia perlu menyiapkan cadangan devisa sebagai antisipasi untuk meredam gejolak pasar uang jika tiba-tiba terjadi penarikan portofolio asing," ujar Ekonom Merril Lynch Chua Hak Bin dalam perbincangan dengan Kompas, Selasa (28/6/2011).
The Fed, Bank Sentral AS, mulai menerapkan QE tahun lalu dengan tujuan mempercepat pemulihan ekonomi negara Paman Sam yang ambruk akibat krisis finansial 2008. Pada prinsipnya QE dilakukan dengan seolah-olah ada penambahan uang milik bank sentral. Uang maya tersebut kemudian bergerak ke perbankan dan pasar modal melalui pembelian aset berupa saham, obligasi korporat, maupun obligasi pemerintah.
Langkah bank-bank sentral melakukan QE ini tidak terlalu bermasalah selagi pelaku pasar dan pengguna uang pemerintah tersebut masih mempercayainya. Masalahnya adalah ketika hal ini semakin sering dilakukan - maka nilai mata uang dari negara tersebut akan terus tergerus dengan cepat dan merugikan siapapun yang memegangnya.
Hak Bin mengatakan negara-negara emerging market di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Thailand menikmati derasnya masuknya modal asing yang luar biasa dalam dua tahun terakhir.   "Laju capital inflow mencapai empat kali lipat dibandingkan sebelum masa krisis, Ini mengkhawatirkan. Kepemilikan asing atas surat berharga negara milik pemerintah Indonesia sudah mencapai 30,6 persen," kata Hak Bin.
Posisi cadangan devisa Indonesia yang mencapai 100 miliar dollar AS dinilai cukup kuat untuk mengatasi goncangan. Cadangan itu diperlukan untuk menopang rupiah agar tidak jatuh terlalu dalam jika terjadi arus modal keluar dalam jumlah besar.