Selasa, 15 Maret 2011

Jajanan di Sekolah Rawan Zat Berbahaya

KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN
Sejumlah siswa membeli jajanan di depan SD Yayasan Pendidikan Pangeran Jayakarta, Jalan Angke Jaya, Jakarta Barat, Senin (21/6/2010). Jajanan atau makanan tanpa registrasi dari dinas kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta tidak adanya tanggal kedaluwarsa berbahaya untuk dikonsumsi terlebih saat proses tumbuh kembangnya sang anak.


Kompas.com — Anak mana yang tidak tertarik melihat jajanan yang dikemas dengan menarik, tampilan warna mencolok, ditambah dengan rasanya yang manis dan gurih. Akan tetapi, faktanya banyak jajanan anak di sekolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Menurut hasil pemantauan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Kementerian Pendidikan Nasional dan Institut Pertanian Bogor (IPB) terhadap kantin di lebih dari 170.000 sekolah ditemukan hanya 0,9 persen kantin yang sehat.
Sementara itu, hasil pencuplikan BPOM pada Januari sampai April 2010 di 128 sekolah dasar di Jakarta menunjukkan, sekitar 21 persen mengandung bahan berbahaya.
Ini berarti lebih banyak jajanan yang dijual di sekitar sekolah yang tidak memenuhi standar mutu makanan, misalnya mengandung bahan tambahanan makanan berbahaya.
”Bahan berbahaya yang paling sering ditemukan adalah zat pengawet, pewarna atau MSG dalam jumlah berlebihan,” kata Ir Chandra Irawan, MSi dari Akademi Kimia Analisis Bogor, dalam acara mengenai jajanan sehat yang diadakan oleh Yupi, produsen permen, di Jakarta, Selasa (1/3) .
Pemerintah memang memperbolehkan penggunaan bahan tambahan makanan, termasuk pengawet. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Tahun 1988. Ada 16 jenis pengawet yang diperbolehkan, antara lain MSG (monosodium glutamate) dan pemanis buatan. Tetapi, penggunaannya harus di bawah batas yang ditentukan.
Untuk jajanan anak di sekolah, menurut Chandra, zat kimia berbahaya yang paling sering ditemukan adalah zat pewarna Rhodamin B dan metanil yellow. Kedua bahan itu sebenarnya adalah bahan kimia yang biasanya dipakai untuk industri tekstil dan plastik.
Untuk makanan, Rhodamin B dan metanil yellow sering kali dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirop, biskuit, tahu, sosis, es doger, cendol, atau manisan buah. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih mencolok dan memiliki rasa agak pahit.
”Zat-zat pewarna yang dipakai dalam makanan itu baru bisa didegradasi oleh enzim tubuh setelah seminggu. Bayangkan jika setiap hari dikonsumsi lama-kelamaan bisa terakumulasi dan memicu kanker,” katanya.
Selain bahan tambahan pangan, konsumen sebaiknya juga mewaspadai bahaya lain dalam makanan. Misalnya, produk kedaluwarsa, makanan yang dimasak terlalu gosong, atau menggoreng dengan pemanasan minyak suhu tinggi dan dipakai berulang kali.
”Cara menggoreng dengan memakai minyak goreng yang sama secara berulang kali bisa menimbulkan radikal bebas dalam tubuh,” katanya menambahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar