Selasa, 15 Maret 2011

Prof Tanimoto: Sori, 3D saja Tak Cukup!



shutterstock
ILUSTRASI: Tanimoto mengembangkan teknologi Free-viewpoint Television, yang menurutnya bisa memberikan lebih banyak sisi gambar dan penonton juga bisa memilihnya.
JAKARTA, KOMPAS.com - Di mata pakar teknologi citra, teknologi citra 3D (tiga dimensi) yang tengah digandrungi kini ternyata masih dinilai belum cukup. Salah satu pakar yang mengaku belum puas itu adalah Masayuki Tanimoto, profesor teknologi citra dari Nagoya University, Jepang.
Citra 3D hanya mampu memberikan dua sisi gambar. Itu belum cukup natural.
-- Masayuki Tanimoto
Tanimoto mengungkapkan, citra 3D hanya mampu memberikan dua sisi gambar. Hal itu menurutnya belum cukup natural.
"Karena citra 3D tidak bisa membuat penikmatnya melihat sisi yang lain dari sebuah gambar," ujar Tanimoto di hadapan peserta International Workshop on Digital Imaging (Iwait) 2011 yang digelar Jumat (7/1/2011) di Jakarta.
Berangkat dari ketidakpuasan itu Tanimoto kemudian mengembangkan teknologi Free-viewpoint Television. Lewat teknologi itu, lanjut dia, televisi bisa memberikan lebih banyak sisi gambar dan penonton juga bisa memilihnya.
"Kunci aplikasi teknologi ini adalah pada proses pengambilan gambarnya. Pada tahap tersebut, ratusan kamera akan dipasang untuk mengambil gambar dari berbagai sisi," paparnya.
Pada akhirnya, semua gambar kemudian diolah hingga menjadi satu citra yang siap disiarkan. Tanimoto memaparkan, mimpinya hanya satu, yaitu semua televisi konvensional yang sekarang digunakan harus diganti dengan FTV.
"Dengan begitu orang bisa memilih sendiri gambar yang diinginkan," ungkapnya.
Untuk itu, Tanimoto memulai riset tentang pengembangan FTV sejak 15 tahun yang lalu. Puluhan publikasi telah termuat di jurnal internasional. Ia juga membimbing mahasiswa yang tertarik menekuni pengembangan FTV.
Tanimoto mengatakan, pengembangan FTV tak hanya mampu memuaskan kebutuhan citra yang indah, tetapi juga berkontribusi pada masalah yang lebih penting. Misalnya saja, kedokteran, pendidikan dan budaya.
"Sekarang punya gambar dan CD video di buku, tapi kita tak bisa melihat sisi yang kita mau. Dengan FTV, kita bisa. Belajar bentuk hewan misalnya, akan lebih mudah sebab bisa melihat dari semua sisi," katanya.
Tanimoto menambahkan, FTV juga dapat digunakan untuk mencitrakan struktur mikroskopik dengan lebih jelas. Hal itu sangat membantu mahasiswa yang tengah memperdalam bidang mikrobiologi, genetika, serta kedokteran. Sementara, dalam bidang kebudayaan, FTV juga bisa membantu mereka yang berkutat pada program-program pelestarian budaya.
"Indonesia ini punya tarian yang sangat beragam dan indah. FTV bisa membantu melestarikannya. Dengan FTV kita bisa merekam gerakan tarian. Ini membantu generasi berikutnya untuk belajar menari. Mereka bisa melihat gerakan tarian dari semua sisi, jadi lebih mudah," tambahnya.
Ia menekankan, penari yang profesional perlu diabadikan pertunjukannya dengan teknologi FTV. Seni tari termasuk budaya yang sulit diabadikan, tak seperti barang yang bisa mudah disimpan.
Aplikasi FTV
Tanimoto mengungkapkan, saat ini penerapan teknologi FTV sudah dimulai. Menurutnya, aplikasi program yang lebih mudah adalah menggunakan komputer sebagai hardware-nya.
"Dengan komputer kita tinggal mengembangkan software-nya. Pengembangan dengan televisi adalah program jangka panjang nantinya karena masih membutuhkan waktu lama," kata Tanimoto.
Nantinya, dalam pengoperasiannya, bisa dikembangkan sebuah panel untuk memudahkan pengguna dalam memilih sisi gambar yang diinginkan. Saat ini, Tanimoto juga sudah mengembangkan aplikasi FTV untuk iPod.
"Penggunaan FTV nantinya akan mengubah dunia pertelevisian. Pengambilan gambar, editing, dan proses siaran akan jauh berbeda. Program berita hingga hiburan akan jauh lebih baik," ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar