Kamis, 30 Juni 2011

Runtuhnya Jembatan Kami


 

BANYUMAS, KOMPAS.com--Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, kini harus kehilangan sebuah bangunan bersejarah, menyusul runtuhnya Jembatan Soekarno di Sungai Serayu pada hari Senin (27/6).
Jembatan bersejarah yang berada di jalur selatan Jawa Tengah, yakni di antara Desa Rawalo, Kecamatan Rawalo, dan Desa Cindaga, Kecamatan Kebasen, runtuh sekitar pukul 08.30 WIB.
Kendati demikian, putusnya Jembatan Soekarno tersebut tidak mengganggu arus lalu lintas karena telah ditutup sejak tahun 1998, setelah dibangun jembatan baru di sebelahnya yang dikenal dengan sebutan Jembatan Soeharto.
Informasi yang dihimpun, nama Soekarno melekat pada jembatan lama tersebut karena desain jembatan konon digagas oleh Sang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia itu.
Kepala Desa Rawalo, Zahrur Romadon mengatakan, jembatan lama di atas Sungai Serayu sebenarnya telah dibangun pada masa penjajahan Belanda untuk memperlancar arus transportasi di Jawa Tengah bagian selatan, yakni sekitar tahun 1938.
"Dari cerita para sesepuh di sini, jembatan itu dibangun sekitar tahun 1938. Akan tetapi jembatan tersebut dihancurkan pada masa penjajahan Jepang, sekitar tahun 1943," katanya.
Menurut dia, Presiden Soekarno pada tahun 1946 membangun kembali jembatan tersebut. "Bahkan, desain jembatan dirancang sendiri oleh Bung Karno sehingga warga menyebutnya dengan nama Jembatan Soekarno," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, jembatan tersebut dibangun dengan menggunakan lima lengkungan yang menggambarkan Pancasila.
Ia mengatakan, Jembatan Soekarno ini mengalami beberapa kali perbaikan, dan pemugaran terakhir dilakukan pada tahun 1975.
Oleh karena arus lalu lintas semakin padat, kata dia, Presiden Soeharto membangun sebuah jembatan baru di sebelahnya sekitar tahun 1996.
"Jembatan baru ini dikenal dengan sebutan Jembatan Soeharto dan menggantikan fungsi Jembatan Soekarno yang ditutup sejak tahun 1998," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Pelaksana Teknis Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Wilayah Cilacap, Suwito mengatakan, Jembatan Soeharto dibangun sekitar tahun 1996-1998.
Menurut dia, Jembatan Soekarno yang memiliki panjang 208 meter dan lebar enam meter tersebut ditutup sejak tahun 1998 setelah Jembatan Soeharto yang memiliki panjang 198 dan lebar delapan meter dioperasikan penuh.
"Dulu memang kedua jembatan sempat dioperasikan semuanya. Namun sejak tahun 1998, jembatan yang lama ditutup," katanya.
Saat kedua jembatan masih dioperasikan, Jembatan Soekarno digunakan untuk arus lalu lintas dari arah Bandung menuju Yogyakarta, sedangkan Jembatan Soeharto untuk kendaraan dari Yogyakarta menuju Bandung.
Kendati demikian, Suwito mengatakan, runtuhnya Jembatan Soekarno tidak mengganggu arus lalu lintas di jalur selatan Jateng.
Kronologis Kejadian
Runtuhnya Jembatan Soekarno mengakibatkan seorang warga yang sedang mancing ikan di bawah jembatan, Sumarno (30) mengalami luka di pipi kanan sehingga harus mendapatkan tiga buah jahitan.
"Saat itu, sekitar pukul 08.00 WIB, saya bersama dua orang teman sedang mancing di bawah jembatan. Tiba-tiba dari atas ada runtuhan kecil yang berjatuhan sehingga saya berkata ke teman-teman, mungkin jembatannya akan runtuh," kata warga Desa Rawalo ini.
Oleh karena itu, dia pun segera naik ke atas jembatan untuk menyelamatkan sepeda motornya.
Akan tetapi saat berusaha menyelamatkan diri, Jembatan Soekarno ini runtuh dan Sumarno pun terjatuh meskipun tidak terbawa hingga ke Sungai Serayu.
Warga lainnya, Dedi mengaku segera mendatangi lokasi kejadian ketika mendapat kabar jika Jembatan Soekarno runtuh. "Begitu mendengar jembatan itu ambrol, saya langsung ke sini. Benar juga jembatan lama tersebut ambrol hingga putus," kata seorang warga, Dedi.
Menurut dia, jembatan tersebut sudah lama tidak digunakan lagi. Bahkan, kata dia, salah satu ujung jembatan telah dijadikan sebagai tempat pengolahan aspal oleh Balai Pelaksana Teknis (BPT) Dinas Bina Marga Jawa Tengah Wilayah Cilacap.
Kendati sudah tidak dilalui kendaraan, jembatan lama tersebut kadang masih digunakan untuk menjemur padi atau tempat memancing oleh warga. "Kalau hari Minggu mungkin bisa menimbulkan korban karena banyak warga yang jalan-jalan di atas jembatan lama tersebut," katanya.
Menurut dia, putusnya jembatan tersebut kemungkinan akibat gerusan air Sungai Serayu. "Saya kebetulan sering mancing di bawah jembatan. Kaki-kaki jembatan ini sudah menggantung akibat gerusan air," katanya.
Ketua Forum Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Air (Formas PSDA) Serayu Hilir Eddy Wahono mengatakan, putusnya jembatan lama tersebut karena faktor usia.
"Selain itu juga dipicu aktivitas penambangan pasir dan ’ground seal’ (penahan badan jembatan, red.) yang sudah tidak kuat lagi," katanya.
Sebelum runtuh, kata dia, "ground seal" sebelah utara Jembatan Soekarno telah merekah selebar 50 meter. "Dua tahun lalu, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kabupaten Banyumas telah mengusulkan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak agar ’ground seal’ sebelah utara Jembatan Soekarno segera diperbaiki. Padahal saat itu, rekahan sebelah utara baru 25 meter, bagian tengah 10 meter, dan selatan 25 meter," katanya.
Menurut dia, kondisi tersebut mengancam keberadaan Jembatan Soeharto yang berjarak sekitar 10 meter di sebelahnya. "Kalau musim hujan datang, akan semakin berbahaya. Oleh karena itu, kami berharap segera ada penanganan terhadap jembatan tersebut," katanya.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar