Beberapa pengunjung berekreasi di Candi Blandongan di kompleks Situs Batujaya, Karawang utara, Jawa Barat, Minggu (27/3). Kompleks percandian ini diperkirakan menjadi salah satu kompleks peradaban tertua di Nusantara
JAKARTA, KOMPAS.com--Indonesia mengalami krisis tenaga peneliti di bidang arkeologi. Padahal, bentang alam Indonesia yang begitu luas menyimpan banyak sekali situs bersejarah yang masih perlu diteliti.
Krisis tenaga peneliti ini dirasakan ketika satu per satu tenaga peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional mulai pensiun. Dari 70 tenaga peneliti yang ada, sekarang lembaga itu hanya tinggal memiliki 35 peneliti.
”Sejak tahun 1985 kami tidak mendapatkan tenaga peneliti baru untuk menggantikan yang pensiun. Baru dua tahun lalu kami mendapatkan dua tenaga peneliti baru,” kata Titi Surti Nastiti, peneliti senior di lembaga penelitian tersebut, Jumat (17/6) di Jakarta.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional merupakan satu-satunya lembaga di Indonesia yang berwenang menggali dan meneliti situs-situs di Tanah Air. Kalaupun ada lembaga lain yang menggali dan meneliti situs, lembaga ini harus bekerja di bawah pengawasan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
Untuk mencari situs, Arkeologi Nasional dibantu oleh Balai Arkeologi yang berada di sejumlah daerah. Di Indonesia hanya ada 10 Balai Arkeologi yang masing-masing memiliki tenaga peneliti sebanyak 5-6 orang.
”Kalau dihitung peneliti di Arkeologi Nasional dan tenaga peneliti di Balai Arkeologi, jumlah seluruhnya sekitar 100 orang. Jumlah itu masih kurang,” ungkap Tony Djubiantono, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
Selain kurang dari sisi jumlah, Arkeologi Nasional juga mengalami krisis tenaga ahli yang menekuni bidang epigrafi dan ikonografi. Epigrafi adalah ilmu cabang arkeologi yang mempelajari benda bertulis dari masa lampau semacam prasasti, sedangkan ikonografi mempelajari identifikasi, deskripsi, dan interpretasi benda bergambar seperti arca.
Peneliti epigrafi ada di sejumlah perguruan tinggi, sedangkan Arkeologi Nasional hanya memiliki satu peneliti epigrafi dan tak mempunyai ahli ikonografi. Karena kekurangan tenaga ahli, banyak situs belum diteliti.
Di Indonesia hanya ada empat perguruan tinggi yang membuka jurusan arkeologi, yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana (Bali), dan Universitas Hasanuddin (Makassar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar