JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai salah satu penyebab kebutaan terbesar kedua setelah katarak, glaukoma ternyata dapat menimpa pada bayi. Penyebab terbesar kasus glaukoma pada bayi adalah kelainan anatomi.
"Penyebab utamanya adalah kelainan anatomi seperti faktor turunan, cacat bawaan, dan komplikasi dari penyakit mata yang lain," kata Surya Utama, dokter spesialis mata dari Eka Hospital Tangerang, Kamis, (19/5/2011).
Kelainan anatomis yang dimaksud, kata Surya, ditandai dengan adanya gangguan pada sudut tempat keluarnya cairan pada bola mata karena mengalami sumbatan. Akibatnya, tekanan yang tinggi membuat bola mata menjadi tumbuh semakin besar, sehingga sering disebut mata sapi.
"Istilah glaukoma pada bayi biasa disebut dengan buphthalmos. Buphthalmos terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang tinggi," jelasnya.
Menyoal seberapa besar risiko seorang yang tak mempunyai faktor genetik terkena glaukoma, Surya mengatakan, "yang tidak ada turunan genetik, kecil kemungkinan terkena, kecuali kalau dia mengalami trauma atau menjalani komplikasi dari operasi di mata.".
Surya menegaskan, tekanan bola mata pada orang normal umumnya antara 10 -20 milimeter HG. Sedangkan disebut glaukoma apabila tekanannya sudah lebih sampai 30-40 milimeter HG.
Meski tekanan pada bola mata sering dikaitkan dengan hipertensi, Surya mengungkapkan bahwa pada beberapa penelitian menunjukan, tidak selalu orang yang hipertensi, menderita penyakit glaukoma. Operasi menjadi pengobatan satu-satunya pada bayi, untuk mencegah risiko yang lebih parah.
"Karena dengan operasi kita bisa membuat saluran yang tadi sempit, kita operasi untuk membuat jalan keluar, sehingga tekanan bola mata bisa turun. Bisa normal kembali," jelasnya.
Guna memastikan, tekanan mata tetap normal pasca operasi, dianjurkan untuk tetap melakukan kontrol ulang secara rutin. Kontrol bisanya dilakukan secara bertahap dengan periode tertentu sampai pada akhirnya dipastikan kondisi mata dari pasien stabil.
"Penyebab utamanya adalah kelainan anatomi seperti faktor turunan, cacat bawaan, dan komplikasi dari penyakit mata yang lain," kata Surya Utama, dokter spesialis mata dari Eka Hospital Tangerang, Kamis, (19/5/2011).
Kelainan anatomis yang dimaksud, kata Surya, ditandai dengan adanya gangguan pada sudut tempat keluarnya cairan pada bola mata karena mengalami sumbatan. Akibatnya, tekanan yang tinggi membuat bola mata menjadi tumbuh semakin besar, sehingga sering disebut mata sapi.
"Istilah glaukoma pada bayi biasa disebut dengan buphthalmos. Buphthalmos terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang tinggi," jelasnya.
Menyoal seberapa besar risiko seorang yang tak mempunyai faktor genetik terkena glaukoma, Surya mengatakan, "yang tidak ada turunan genetik, kecil kemungkinan terkena, kecuali kalau dia mengalami trauma atau menjalani komplikasi dari operasi di mata.".
Surya menegaskan, tekanan bola mata pada orang normal umumnya antara 10 -20 milimeter HG. Sedangkan disebut glaukoma apabila tekanannya sudah lebih sampai 30-40 milimeter HG.
Meski tekanan pada bola mata sering dikaitkan dengan hipertensi, Surya mengungkapkan bahwa pada beberapa penelitian menunjukan, tidak selalu orang yang hipertensi, menderita penyakit glaukoma. Operasi menjadi pengobatan satu-satunya pada bayi, untuk mencegah risiko yang lebih parah.
"Karena dengan operasi kita bisa membuat saluran yang tadi sempit, kita operasi untuk membuat jalan keluar, sehingga tekanan bola mata bisa turun. Bisa normal kembali," jelasnya.
Guna memastikan, tekanan mata tetap normal pasca operasi, dianjurkan untuk tetap melakukan kontrol ulang secara rutin. Kontrol bisanya dilakukan secara bertahap dengan periode tertentu sampai pada akhirnya dipastikan kondisi mata dari pasien stabil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar