NEWS & FEATURES / HOT TOPICS - ARTIKEL
Jakarta, Kompas - Pemerintah dinilai belum mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap dampak buruk tembakau. Masyarakat mendukung pemerintah membuat regulasi komprehensif guna melindungi warga dari bahaya asap rokok. Masyarakat, termasuk perokok, menyadari rokok menimbulkan ketergantungan dan berbahaya bagi kesehatan.
Hal itu tercermin dari hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang diluncurkan Selasa (26/4) di Jakarta. Hadir dalam acara itu ahli hukum Todung Mulya Lubis, mantan anggota Komisi IX DPR Hakim Sorimuda Pohan, anggota Komisi IX DPR Zulmiar Yanri, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab.
Survei dilakukan terhadap 1.200 penduduk dewasa perkotaan yang dipilih secara acak di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, Makasar, dan Banjarmasin tahun 2010. Para responden diwawancara secara mendalam.
Koordinator Advokasi Pengendalian Tembakau YLKI Tulus Abadi memaparkan, 57 persen responden berpendapat, pemerintah tidak cukup melindungi masyarakat dari asap rokok.
Responden juga mendukung larangan merokok di semua tempat umum dan tempat kerja tertutup (88 persen), larangan menjual tembakau kepada anak berusia di bawah 18 tahun (94 persen), penaikan pajak produk tembakau dan penggunaan sebagian dari penerimaan pajak untuk mendanai upaya pencegahan tembakau (87 persen), serta kewajiban pengiklan memberi tahu orang tentang bahaya kesehatan akibat tembakau (95 persen).
Responden di delapan kota itu (bervariasi 62 persen hingga 80 persen) mendukung larangan iklan rokok.
Sadar adiksi dan bahaya
Hasil survei menarik lain, para responden (90 persen) menyakini produk tembakau bersifat adiktif. Keyakinan itu konsisten di delapan kawasan survei. Sebanyak 79 persen responden berpendapat merokok dan penggunaan tembakau merupakan masalah serius di masyarakat. ”Mereka bahkan khawatir ketika generasi muda merokok, terutama anak-anak,” kata Tulus.
Para responden juga menyadari bahaya serius asap rokok bagi kesehatan. Sebesar 71 persen responden memandang asap rokok orang lain sebagai bahaya kesehatan serius dan 56 persen responden menyatakan sangat terganggu asap rokok orang lain. Karena itu, 92 responden mendukung kebijakan bebas asap rokok di kantor dan tempat kerja, fasilitas perawatan kesehatan (97 persen responden), dan restoran (80 persen responden).
”Pemerintah dan DPR tidak perlu ragu karena masyarakat terbukti mendukung penuh adanya regulasi pengendalian tembakau,” kata Tulus.
Ahli hukum Todung Mulya Lubis mengatakan, ada argumen bahwa merokok adalah hak individu. Namun, sikap itu belum menjawab pertanyaan tentang dampak merokok terhadap orang lain yang tidak merokok. Menurut dia, pelaksanaan hak asasi manusia tidak boleh melanggar hak asasi orang lain, dalam hal ini hak atas kesehatan dari anggota masyarakat lain.
Mantan anggota Komisi IX DPR yang aktif memperjuangkan pengendalian tembakau, Hakim Sorimuda Pohan, mengatakan, hasil survei membuktikan kesadaran masyarakat akan pentingnya udara bersih dan kesehatan semakin tinggi. (INE)
Hal itu tercermin dari hasil survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang diluncurkan Selasa (26/4) di Jakarta. Hadir dalam acara itu ahli hukum Todung Mulya Lubis, mantan anggota Komisi IX DPR Hakim Sorimuda Pohan, anggota Komisi IX DPR Zulmiar Yanri, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab.
Survei dilakukan terhadap 1.200 penduduk dewasa perkotaan yang dipilih secara acak di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, Makasar, dan Banjarmasin tahun 2010. Para responden diwawancara secara mendalam.
Koordinator Advokasi Pengendalian Tembakau YLKI Tulus Abadi memaparkan, 57 persen responden berpendapat, pemerintah tidak cukup melindungi masyarakat dari asap rokok.
Responden juga mendukung larangan merokok di semua tempat umum dan tempat kerja tertutup (88 persen), larangan menjual tembakau kepada anak berusia di bawah 18 tahun (94 persen), penaikan pajak produk tembakau dan penggunaan sebagian dari penerimaan pajak untuk mendanai upaya pencegahan tembakau (87 persen), serta kewajiban pengiklan memberi tahu orang tentang bahaya kesehatan akibat tembakau (95 persen).
Responden di delapan kota itu (bervariasi 62 persen hingga 80 persen) mendukung larangan iklan rokok.
Sadar adiksi dan bahaya
Hasil survei menarik lain, para responden (90 persen) menyakini produk tembakau bersifat adiktif. Keyakinan itu konsisten di delapan kawasan survei. Sebanyak 79 persen responden berpendapat merokok dan penggunaan tembakau merupakan masalah serius di masyarakat. ”Mereka bahkan khawatir ketika generasi muda merokok, terutama anak-anak,” kata Tulus.
Para responden juga menyadari bahaya serius asap rokok bagi kesehatan. Sebesar 71 persen responden memandang asap rokok orang lain sebagai bahaya kesehatan serius dan 56 persen responden menyatakan sangat terganggu asap rokok orang lain. Karena itu, 92 responden mendukung kebijakan bebas asap rokok di kantor dan tempat kerja, fasilitas perawatan kesehatan (97 persen responden), dan restoran (80 persen responden).
”Pemerintah dan DPR tidak perlu ragu karena masyarakat terbukti mendukung penuh adanya regulasi pengendalian tembakau,” kata Tulus.
Ahli hukum Todung Mulya Lubis mengatakan, ada argumen bahwa merokok adalah hak individu. Namun, sikap itu belum menjawab pertanyaan tentang dampak merokok terhadap orang lain yang tidak merokok. Menurut dia, pelaksanaan hak asasi manusia tidak boleh melanggar hak asasi orang lain, dalam hal ini hak atas kesehatan dari anggota masyarakat lain.
Mantan anggota Komisi IX DPR yang aktif memperjuangkan pengendalian tembakau, Hakim Sorimuda Pohan, mengatakan, hasil survei membuktikan kesadaran masyarakat akan pentingnya udara bersih dan kesehatan semakin tinggi. (INE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar