Senin, 20 Juni 2011

Masalah Utama DKI: Banjir dan Macet!



   
 
Mobil melintasi banjir di ruas Jalan Sabang, Jakarta Pusat, usai hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Ibu Kota sejak siang, Rabu (16/3/2011). Ketinggian genangan air mencapai lima puluh sentimeter.


JAKARTA, KOMPAS.com - Dua problematika besar di Jakarta yang belum kunjung selesai adalah kemacetan dan banjir. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan dan meminimalisir musibah banjir di beberapa titik rawan banjir.
"Kemacetan ini disebabkan banyaknya kendaraan yang keluar masuk Jakarta. Berdasarkan survei, jumlah kendaraan keluar masuk Jakarta sekitar 1,3 juta. Intensitas komuter juga berpengaruh. Sayangnya keterbatasan sarana transportasi massal mengakibatkan para komuter memilih menggunakan kendaraan pribadi," kata Gubernur DKI Fauzi Bowo ketika jumpa pers khusus jelang HUT ke-484 Kota Jakarta di Balai Kota, Jakarta, Kamis (16/6/2011).
Upaya mengatasi kemacetan yang telah dilakukan, antara lain, menekan titik-titik rawan macet, menertibkan parkir-parkir liar, menambah road ratio dengan membangun jalan susun dan memanfaatkan row yang ada.
Pemprov DKI terus memperbaiki sarana transportasi umum, yaitu bus transjakarta. Selain terus menambah jumlah beroperasinya koridor dari 10 koridor yang ada saat ini hingga mencapai target 15 koridor, juga terus dilakukan penambahan jumlah armada.
Pemprov DKI juga terus melakukan evaluasi diterapkannya standar pelayanan bus transjakarta. Tujuannya untuk menarik lebih banyak warga menggunakan moda transportasi umum itu dibanding kendaraan pribadi. Akhir tahun ini akan beroperasi Koridor XI jurusan Kampung Melayu-Pulo Gebang.
Sistem lain untuk mengatasi kemacetan adalah Electronic Road Pricing (ERP). Sistem ini dipakai untuk menggantikan sistem 3 in 1 yang dianggap sudah tidak efektif lagi. Namun, sistem ini belum bisa diterapkan dalam waktu dekat, karena  masih menunggu peraturan pemerintah sebagai payung hukum penerapan ERP.
"Saya kurang paham kenapa masalah ERP ini, semuanya dibebankan pada provinsi. Padahal kan ini bukan merupakan tanggung jawab provinsi saja," tutur Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo.
Kebijakan terbaru yang hendak dilakukan adalah uji coba pemberlakuan sistem nomor polisi ganjil-genap pada kendaraan yang akan melintas ruas jalan 3-in-1. Hal ini masih digodok lebih matang oleh Dinas Perhubungan DKI dan Ditlantas Polda Metro Jaya untuk selanjutnya diajukan kepada Gubernur.
Uji coba tersebut dilakukan karena pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta dari tahun ke tahun semakin tinggi. Jumlah kendaraan bermotor di DKI sampai dengan akhir 2010 sekitar 7,34 juta unit. Sebanyak 98 persen merupakan kendaraan pribadi. Hanya 2 persen angkutan umum. Pertumbuhan rata-rata dalam 5 tahun terakhir sebesar 9,5 persen per tahun.
Jumlah kendaraan pribadi yang 98 persen melayani 44 persen perjalanan. Sedangkan dari jumlah angkutan umum yang hanya 2 persen harus melayani 56 persen perjalanan. Kemudian pertumbuhan ruas jalan tidak lagi sebanding dengan pertambahan jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan komuter dari daerah sekitar Jabodetabek sekitar 650.000 unit per hari. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya sekitar 0,01 persen per tahun.
Untuk mengatasi banjir intinya adalah mengurangi volume dan debit air yang masuk ke Jakarta, membangun sarana dan prasarana penyerapan (drainase) yang memadai, serta membersihkan saluran air yang tersumbat sampah dan kotoran.
Pemprov DKI juga berupaya mengatasi genangan pada ruas-ruas jalan yang berjumlah 123 titik. Tahun 2010, sudah diselesaikan 39 titik genangan dan pada tahun ini tengah dilaksanakan agar 84 titik genangan bisa dituntaskan.
"Kalau kelebihan air jadinya banjir, dan kalau kelebihan barang dan orang jadinya macet dan sumpek. Banjir Kanal Timur sudah dimulai dan akan segera selesai sehingga melindungi 30 persen atau hampir 3 juta warga Jakarta dari banjir," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar