JAKARTA, SELASA — Kanker nasofaring merupakan keganasan yang menduduki peringkat terbanyak di bidang telinga, hidung, tenggorokan, dan kulit. Pilihan pengobatan untuk kanker nasofaring adalah radiasi, tetapi akan memberikan hasil yang lebih baik jika diberikan kombinasi radiasi dan kemoterapi.
Menurut dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Budianto Komari, dalam penyuluhan kanker bagi masyarakat awam, Selasa (10/3), di Jakarta, kanker nasofaring menempati urutan keempat terbanyak di antara semua jenis kanker.
Hasil pendataan di sejumlah RS rujukan memperlihatkan, ada rata-rata 100 kasus baru karsinoma nasofaring per tahun di RS Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, 70 kasus baru per tahun di RS Kanker Dharmais, 60 kasus baru penyakit itu setiap tahun di RS Hasan Sadikin Bandung. "Angka kasus pada pria 2,18 kali lebih tinggi dibanding perempuan," ujarnya.
"Agar hasil terapi bisa optimal, deteksi dini sangat penting dilakukan," ujarnya.
Pada umumnya, gejala awal kanker nasofaring adalah telinga berdenging, rasa tidak nyaman, dan gangguan pendengaran satu sisi. Gejala dini lainnya adalah berupa perdarahan ringan melalui hidung.
Pertumbuhan tumor ini juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf otak. Pada stadium lanjut kanker nasofaring, penyebaran sel-sel tumor ganas itu ditandai pembesaran atau benjolan padat pada leher.
Penyebab utama kanker nasofaring adalah infeksi virus Epstein Barr. Namun, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi atau memicu terjadinya penyakit itu, yaitu faktor lingkungan seperti iritasi oleh bahan kimia, kebiasaan memasak dengan asap, dan sering mengonsumsi ikan asin yang diawetkan dengan nitrosamine dalam jangka panjang.
Mereka yang di lingkungan kerjanya sering terpapar gas dan bahan kimia industri, peleburan besi, formaldehinda dan serbuk kayu juga berisiko terserang penyakit ganas ini. "Mereka yang sering terpapar dupa atau kemenyan dalam jangka panjang rentan terkena karsinoma nasofaring," ujarnya.
Sejauh ini, terapi radiasi masih merupakan pilihan pengobatan untuk kanker nasofaring disertai kemoterapi, baik secara terpisah, maupun kombinasi. "Yang perlu diperhatikan, terapi itu bisa menimbulkan efek samping di antaranya mulut terasa kering, mual, demam, infeksi, jamuran pada mulut, dan sariawan," ujarnya.
Menurut dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Budianto Komari, dalam penyuluhan kanker bagi masyarakat awam, Selasa (10/3), di Jakarta, kanker nasofaring menempati urutan keempat terbanyak di antara semua jenis kanker.
Hasil pendataan di sejumlah RS rujukan memperlihatkan, ada rata-rata 100 kasus baru karsinoma nasofaring per tahun di RS Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, 70 kasus baru per tahun di RS Kanker Dharmais, 60 kasus baru penyakit itu setiap tahun di RS Hasan Sadikin Bandung. "Angka kasus pada pria 2,18 kali lebih tinggi dibanding perempuan," ujarnya.
"Agar hasil terapi bisa optimal, deteksi dini sangat penting dilakukan," ujarnya.
Pada umumnya, gejala awal kanker nasofaring adalah telinga berdenging, rasa tidak nyaman, dan gangguan pendengaran satu sisi. Gejala dini lainnya adalah berupa perdarahan ringan melalui hidung.
Pertumbuhan tumor ini juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf otak. Pada stadium lanjut kanker nasofaring, penyebaran sel-sel tumor ganas itu ditandai pembesaran atau benjolan padat pada leher.
Penyebab utama kanker nasofaring adalah infeksi virus Epstein Barr. Namun, ada beberapa faktor lain yang memengaruhi atau memicu terjadinya penyakit itu, yaitu faktor lingkungan seperti iritasi oleh bahan kimia, kebiasaan memasak dengan asap, dan sering mengonsumsi ikan asin yang diawetkan dengan nitrosamine dalam jangka panjang.
Mereka yang di lingkungan kerjanya sering terpapar gas dan bahan kimia industri, peleburan besi, formaldehinda dan serbuk kayu juga berisiko terserang penyakit ganas ini. "Mereka yang sering terpapar dupa atau kemenyan dalam jangka panjang rentan terkena karsinoma nasofaring," ujarnya.
Sejauh ini, terapi radiasi masih merupakan pilihan pengobatan untuk kanker nasofaring disertai kemoterapi, baik secara terpisah, maupun kombinasi. "Yang perlu diperhatikan, terapi itu bisa menimbulkan efek samping di antaranya mulut terasa kering, mual, demam, infeksi, jamuran pada mulut, dan sariawan," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar